Sabtu, 30 Agustus 2008

Kebebasan Akademik, Berpendapat dan Berorganisasi Masih Dikekang.

| Sabtu, 30 Agustus 2008 | 3 komentar

Problem lain yang dihadapi dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah tentang kebebasan akademik dan kebebasan berorganisasi yang masih dikekang.
Kebebasan akademik sebagai tradisi ilmiah yang harus terus dikembangkan, ternyata masih jauh dari harapan. Dalam peraturan pemerintah No 60/1999 tentang Perguruan Tinggi, kebebasan akademik hanya boleh dikembangkan oleh dosen dan guru besar. Pernah anggota FMN dari HKBP Nomansen University Medan melakukan penelitian tentang psikologi buruh akibat hubungan industrial yang ada, hasil penelitian ditolak dengan alasan akan membuat perusahaan merugi karena akan membangkitkan kesadaran buruh untuk melawan perusahaan. Seringkali ditemukan, mahasiswa-mahasiswa yang kritis di kelas, selalu diancam mendapatkan nilai jelek.
Pihak dosen atau guru besar selalu menutup diri untuk perdebatan terbuka untuk hal-hal kritis yang dinilai tidak sesuai dengan teori yang dipelajari. Aliran positifisme ilmu sangat kental di kalangan akademisi di Indonesia yang menyekat ilmu dalam kajian-kajian sempit semata. Kampus juga semakin tertutup dari kajian-kajian ilmiah tentang realitas masyarakat Indonesia.Kajian-kajian tentang nasib buruh, kaum tani atau rakyat Indonesia secara umum secara eksplisit dilarang di kampus. Sementara kebebasan berpendapat dan berorganisasi di kampus masih mendapatkan kekangan. Mayoritas kampus saat ini membuat perjanjian bagi presensi sebesar 75 persen untuk persyaratan nilai, sehingg membatasi aktifitas mahasiswa di luar kelas. Aksi-aksi kampus yang dilakukan juga sering mendapatkan represi. Pamflet-pamflet kritis di kampus sering disobek. Bahkan ada mahasiswa yang diskorsing dan dikeluarkan drop out akibat mengkritisi kampus, ini pernah dialami oleh 4 anggota FMN di kampus STAIBU Jombang tahun 2004 dan 3 mahasiswa ITS akibat mendemo ITS karena mendukung operasi PT Lapindo Brantas Inc, yang telah mengakibatkan banjir lumpur di Porong Sidoarjo. Kebebasan berorganisasi di kampus juga turut dikekang. Pemerintah hanya mengakui keberadaan organisasi intra kampus yang memang selalu menjadi alat kepentingan pemerintah untuk meredam kesadaran politik mahasiswa. Ormas-ormas mahasiswa yang sering disebut juga organisasi ekstra seperti FMN dilarang kehadirannya di kampus. Untuk ini, pemerintah telah menerapkan SK Dirjen Dikti 26 Tentang Pelarangan organisasi ekstra di kampus. Ketika ormas-ormas ini mengadakan kegiatan di kampus harus mendapatkan izin bahkan membayar untuk menggunakan fasilitas kampus yang ada. Di beberapa kampus FMN bahkan dilarang secara resmi, dengan berbagai alasan. Tetapi sesungguhnya, larangan itu karena FMN konsisten memperjuangkan kepentingan mahasiswa. calon mahasiswa dalam brosur penerimaan, bahwa jika dia diterima harus mengikuti segala peraturan kampus, pembayaran dan melarang untuk terlibat dalam demonstrasi. Kampus juga memberlakukan kebijakan pengetatan

3 komentar:

Afif Amrullah mengatakan...

mantap bung! trus berkarya tanpa tergantung narkoba..mari terus berkarya coffe mix aja aduh nikmatnya :D

Enhal mengatakan...

wah keluar neh jurus ampuhnya..nice artikel bung

Admin mengatakan...

artikel ini keren bro, dapet inspirasi darimana neh? oia aku lupa , pasti dari praktek dan investigasi langsung khan?? sukses ayo terus menulis!!

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))

Posting Komentar

 
Copyright © wans komering